Rabu, 23 April 2008

Kejujuran

KEJUJURAN

Oleh : BARAUNA, S.Psi

v PENDAHULUAN

Sudah kita maklumi bersama bahwa sifat lurus/jujur adalah termasuk diantara salah satu sifat/akhlak Rasulullah Saw. Adapun sifat/akhlak Rasulullah yang lain adalah Tabligh, Fathanah dan Amanah. Sifat lurus/jujur adalah salah satu sikap jiwa dan akhlak yang terpuji. Dalam al-Qur’an banyak dijumpai perkataan-perkataan yang berkenaan dengan lurus/jujur, dan pada umumnya dihubungkan dengan sifat-sifat orang yang taqwa, orang-orang yang beriman.

Apabila manusia telah membiasakan dirinya benar dalam segala lapangan, maka perangai itu akan melembaga pada dirinya sehingga jadilah ia orang yang benar. Benar dalam ucapan, benar dalam perbuatan, benar dalam perasaan dan juga benar dalam pemikiran. Kemudian ia akan dibawa oleh perangainya itu kepada menepi segala sifat kebaikan. Sehingga lapanglah jalan untuk menuju kesurga. Dan sebaliknya apabila seseorang telah membiasakan dirinya berdusta maka perangai itupun akhirnya akan melembaga pada dirinya, sehingga jadilah ia insan yang pendusta yang akan membawanya ke neraka.

Kejujuran merupakan modal utama bagi pertumbuhan masyarakat yang sehat. Sesungguhnya yang dikatakan manusia itu bukanlah hanya terletak pada kelebihan instict, panca indra dan akalnya aja, tetapi kemampuannya memanfaatkan kesatuan jasmani dan rohani yang membuat ia dapat menduduki kedudukan sebagai manusia. Tentunya sebagai makhluk yang terpilih, maka kejujuran yang harus ada pada diri mereka.[1]

v PEMBAHASAN

Allah Swt menciptakan bumi dan langit beserta isinya dengan benar dan Allah memerintahkan manusia membangun kehidupan mereka. Dengan pula mereka tak diperekenankan untuk berbuat sehendak hatinya, kecuali dilakukan di atas kebenaran. Kelalalain manusia dari prinsip yang sudah jelas ini, mengakibatkan timbulnya kekecewaan dan kecelakaan, serta merajarelanya kebohongan. Kepalsuan dan hanyalah yang menjauhkan mereka dari jalan yang benar sehingga mereka mengasingkan diri dari kenyataan yang obyektif yang harus mereka ikuti.

Oleh karena itu menusia dituntut berperang kepada kejujuran dengan memperhatikan prinsip kebenaran pada setiap problem yang dihadapinya dan dilaksanakan di atas hukum yang benar. Dan yang demikian merupakan “tiang yang pokok” menurut akhlak Islam.[2] Dalam pembangunan masyarakat Islam harus didasarkan pada pemberantasan dakwa sangka dan mengkikis habis kabar bohong yang menimbulkan kerawanan, sehingga kebenaran yang wajib tampak menjadi landasan pokok dalam menentukan berbagai langkah dan hubungan.

Dalam hal ini Rasulullah bersabda:

Artinya: “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu kepada sesuatu yang tidak meragukanmu, karena sesungguhnya kejujuran adalah ketenangan dan dusta adalah keragu-raguan. (Diriwayatkan oleh Tirmidzi).

Apabila jiwamu masih meragu-ragukan sesuatu dan engkau merasa bahwa barang itu dilarang oleh agama maka tinggalkanlah karena jiwa orang yang beriman itu akan merasa tenang dengan sesuatu yang benar dan merasa tak enak terhadap sesuatu yang dusta meskipun baginya belum jelas benar hakekatnya kedudukannya, maka sebenarnya bagi perkara yang benar itu ada tanda-tandanya dan petunjuk-petunjuknya dan sebaliknya bagi perkara yang dusta itu pun ada tanda-tandanya atau indikasi-indikasinya.

Allah Swt telah menjelaskan tentang perilaku kaum muslim yang mengikuti dakwa sangka dan khurafat yang kencukupi akal dan harapan mereka di masa kini yang akan datang dengan kebohongan-kebohongan. Islam dalam ajaran-ajarannya sangat menghormati dan menegakkan kebenaran mengusiir orang-orang pendusta dan menolak keras kehadiran mereka.

Di dalam kehidupan yang nyata seseorang dituntut untuk melakukan sesuatu hal yang menuju kepada kebaikan dan kejujuran supaya dapat mendatangkan ketenangan bagi jiwanya. Karena itulah hati-hatilah di dalam berbicara dan pandai-pandailah menjaga lidah karena keselamatan seseorang di dalam menjaga lisannya.

Ulama Tasawuf sangat menekankan pentingnya menjaga lidah. Mereka sering mengaitkan antara perkataan yang baik dengan perkataan surga, atau mengaitkan perkataan yang buruk dengan perkataan neraka. Ini berarti bahwa keselamatan seseorang banyak ditentukan oleh perkataannya. Begitu pula halnya kehancuran seseorang banyak ditentukan oleh perkataannya.[3]

Luqman al-Hakim mengatakan, diantara anggota tubuh yang sangat perlu dijaga adalah lidah dan hati. Karena anggota tubuh tersebut sangat menentukan perjalanan hidup manusia. Dan menganjurkan agar setiap manusia jangan menaruh kebencian dalam dirinya, serta jangan berbicara yang tidak ada menfaatnya, karena kedua sifat itu merupakan indikator kejahilan seseorang.[4]

Ada beberapa Hadits yang menerangkan perlunya menjaga lidah, antara lain:

Artinya: Jagalah lidahmu, kecuali harus berkata yang baik, karena sesungguhnya perbuatan yang seperti itu dapat mengalahkan setan. (H.R. Ibnu Hibban, yang bersumber dari Abi Zarr al-Gifariy)

Artinya: Alangkah senangnya bagi orang yang sanggup menjaga lidahnya dari perkataan yang berlebih-lebihan. Dan alanngkah bahagianya bagi orang yang telah membelanjakan kelebihan harta kekayaannya. (H.R. Baihaqi)[5]

Kedua hadits tersebut memberikan tuntutan tentang perlunya menjaga lidah dari perkataan yang tidak berguna, yang oleh Imam al-Ghazaliy ditunjukkan beberapa sifat buruk yang sering dilakukan oleh manusia yang memiliki lidah yang tidak terkontrol, antara lain:

ü Bertengkar

ü Berkata bohong dan bersumpah palsu

ü Menggunjing

ü Mengadu-adu

Kadangkala orang menganggap remeh tentang perbuatan dusta, ketika bergurau. Ia mengira bahwa gurauannya itu tidak berbahaya, senda gurau untuk menghibur hati secara santai yang dibenarkan Islam, hanya dalam batas-batas kejujuran yang sungguh-sungguh. Karena sesuatu yang halal mempunyai keleluasaan untuk meninggalkan yang haram dalam kebenaran tanpa berbuat kesalahan.

Islam menganjurkan bahkan menekankan agar segi-segi dan unsur-unsur kejujuran ditanamkan betul-betul kepada anak-anak semenjak kecil, agar mereka terbiasa untuk melakukan kejujuran dimana pun ia berada. Sikap teguh benar-benar tercermin dalam memperlihatkan kebenaran dan memelihara kejujuran dalam segala urusan termasuk masalah rumah tangga.

Dalam surat at-Taubah ayat 119, Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk memelihara sifat jujur.

Untuk mengetahui pribadi seorang muslim yang utama dapat kita lihat tanda-tandanya, kalau berbicara benar, menepati janji, disiplin dan tertib dalam melakukan sesuatu Islam telah meringankan sela-sela kehidupan yang bisa membuat orang tidak terasa berdusta dan menjelaskan akibatnya yang buruk, agar manusia tidak mempunyai kesempatan untuk lari dan kenyataan.

Rasulullah menjamin masuk surga kepada orang-orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dalam pihak yang benar, dan kepada orang-orang yang selalu meninggalkan dusta dalam perkataan walaupun dalam keadaan bergurau. Tetapi kenyataannya manusia masih banyak yang senang mencurahkan perhatian mengikuti imaginasinya dalam variasi bahan tertawaan dan mereka merasa senang mengatur omongan yang dibuat-buat atas nama teman-teman untuk mencaci dan menghina tanpa mengingat bahwa agama mengharamkan perbuatan tersebut. Dan senda gurau yang dicampur dusta, seringkala di akhiri dengan kekecewaan dan permusuhan.[6]

Dalam hal ini Rasulullah bersabda:

Artinya: Tidak sempurna seseorang hamba, sehingga ia meninggalkan dusta di dalam kelakar, dan meninggalkan riya sekalipun ia benar. (H.R. Ahmad)

Pebuatan memuji mansia merupakan sarana untuk berdusta oleh karena itu seorang mukmin harus berhati-hati ketika memuji seseorang. Ia tidak boleh menyebut kebaikan kecuali yang diketahuinya dan jangan cenderung melampaui batas dalam meninggikan pujian/memburukkan kekurangan. Karena biar bagaiamanapun wajarnya seseorang dipuji, jika berlebih-lebihan dalam memujinya adalah merupakan perbuatan dusta yang diharamkan.[7]

Tapi ada segolongan individu yang menjadikan pujian kosong untuk menilai para pembesar, mereka menyanjung dengan sesuatu yang tidak diketahui. Hal ini dilakukan semata-mata hanya untuk harta benda dunia dari mereka yang dipuji dan sanjung.

Dalam jual beli kadangkala pedagang-pedagang berdusta untuk menawarkan barang dagangannya, karena didorong oleh sifat tamak yang keterlaluan untuk mendapatkan harga yang lebih mahal. Demikian pula pembeli suka berdusta dalam membeli untuk mendapatkan harga yang murah. Di sisni diperlukan jiwa yang mengendalikan kejujuran dalam jual beli.

Hanya kadangkala manusia terdorong untuk berdusta ketika meminta maaf karena kesalahannya dan berusaha membebaskan diri dari akibat-akibatnya. Sikap dan perbuatan semacam ini adalah dusta. Dia menghindari dari satu kejahatan, tapi memasuki jalur kejahatan yang lain. Seharusnya manusia berani mengakui kesalahannya dengan menyebutkan yang sebenarnya. Dengan demikian kejujuran bisa menghapus kesalahan.

v TINJAUAN PSIKOLOGIS

Jujur dalam perbuatan dan ucapan adalah sumber dari segala kebaikan dan kemaslahan. Sudah menjadi keharusan setiap orang yang ingin menjadi orang baik dan terhormat, hendaklah menjaga segala ucapan dan tindakan. Janganlah berbicara melainkan yang benar. Dan untuk menyemprunakan lagi ialah dengan menjaga jangan sampai memberitahukan persoalan-persoalan yang merupakan rahasia, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

Jujur dalam perbuatan adalah refleksi/gambaran batin dari keadaan seseorang setiap perbuatan yang lurus timbul dari batin yang lurus. Akan tetapi, apa yang dilahirkannya dari perbuatan tidak sesuai dengan batinnya, itulah yang dinamakan dusta. Kejujuran dalam memenuhi tekad mempunyai hubungan dengan jalan yang lurus, walaupun kadang-kadang sudah diniatkan tetapi belum tentu dilakukan sebagaimana mestinya.

Semuanya tergantung pada lidah. Makhluk tak bertulang salah satu indra ajaib. Dia pengawas tenggorokan. Pengatur kunyahan makanan, pengecap rasa asam, manis, dsb. Dapat bertutur sekian bahasa, dapat berputar bebas, penjabar isi hati, penghubung barang yang jauh, bahkan tak ada jembatan yang berdiri menjulang tanpa adanya andil lidah, indra yang aneh ini.[8]

Begitu kedudukan dan peranan lidah dalam dunia pergaulan, lebih-lebih peranannya pada jasad dan kehidupan. Seseorang Islam mengajarkan agar lidah dijaga kedudukannya, jangan sampai rusak dan berubah manfaatnya karena salah pakai. Bila dia baik maka bekasnya akan menyelamatkan badan dan kebudayaan, tetapi bila dia jahat maka jasad seseorang akan binasa dan masyarakat akan turut kemalangan karenanya.

Ucapan, kerja lidah ada hubungannya dengan iman dan hari akhir. Karena ucapan lidah adalah penjabaran isi hati yang tersimpan dirongga dada. Lidah mampu menata kehidupan dan pergaulan yang baik menuju perdamaian. Islam tidak mematikan kreasi lidah kecuali menahan dan mengarahkan kerjanya kejalur yang baik dan bila tak sanggup bertutur yang berintikan kebajikan, maka diam pun sudah termasuk kebajikan.

Jujur merupakan kebalikan dari pertahanan ego, ada refresi, proyeksi. Dengan jujur hati kita menjadi ego dan super ego serta komponen-komponen kepribadian.

v PENUTUP

Demikianlah uraian tentang “Kejujuran” yang sudah saya susun menjadi sebuah makalah, semoga makalah yang amat sederhana ini berguna bagi saya khususnya dan pada khalayak ramai umumnya.

REFERENSI

1. H. Maftuh, Ikhlas, Jakarta: Bintang Remaja, 1990

2. Mahjuddin, Drs., Pendidikan Hati, Jakarta: Kalam Mulia, 2000

3. Rohan, Abujamin, Drs., Sadaqoh Penangkal Bala, Jakarta: Media Dakwah, 1996



[1] Drs. H. Abujama Roham, Shadaqoh Penangkal Bala, (Media Da’wah, 1996), hlm. 48

[2] Maftuh. A. Iklhas, (Bintang Remaja, 1990) h. 91

[3] Drs. Mahjuddin, Kajian Tasawuf Amali, (Kalam Mulia, 2000), hlm. 30

[4] Drs. Mahjuddin, Pendidikan Hati, (Kalam Mulia, 2000), hlm. 30

[5] Al-Ghazaliy, Juz III, t.t. 115

[6] Maftuh. A. Iklas, (Bintang Remaja, 1990), hlm. 102

[7] Drs. H. Abujama Raham, Sadaqoh Penangkal Bala (Media Dakwah, 1996) hlm. 103

[8] Drs. Mahjuddin, Pendidikan Hati, (Kalam Mulia, 2000), hlm.103

Tidak ada komentar: