Rabu, 23 April 2008

Memarjinalkan Tuhan

MEMARJINALKAN TUHAN

Oleh : ABDULLAH UBAY SIDK, SE

Pada abad 21 ilmuan menyebut abad ini sebagai abad kecemasan (The Age of Anxiety). Beberapa gejalanya adalah peperangan antar bangsa, antar suku, antar agama, dan antar Negara yang tak henti-hentinya. Kemudian yang paling membuat cemas Negara-negara di dunia adalah ancaman terorisme. Peristiwa kamikaze (aksi bunuh diri) yang dilakukan oleh teroris 11 September 2001 yang mengguncang jantung perekonomian dan kebanggan Amerika Serikat, World Trade Center (WTC).

Problem yang tengah dihadapi masyarakat modern tidak terlepas dari apa yang disebut oleh ahli Polemologi Indonesia Prof. Dr. Teuku Jacob, “dampak negative ilmu pengetahuan dan teknologi minus Tuhan”. Menurutnya, pada satu sisi perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat dengan hasil-hasilnya yang kelihatan nyata dan berpengaruh terhadap kebudayaan dunia, menyebabkan sedikit demi sedikit dan dalam hal-hal tertentu mengganti kedudukan tahayul, ideology, dan agama. Sehingga manusia mengalami kehampaan spiritual sebagai akibat langsung dari rasionalisme dan modernism yang memarjinalkan Tuhan.

Problem manusia modern lainnya adalah fakta bahwa manusia yang semula merdeka, yang merasa menjadi pusat dari segala sesuatu, kini telah diturunkan derajatnya menjadi tak lebih sebagai bagian dari mesin, mesin raksasa teknologi modern.

Menurut Nurcholis Madjid, persoalan serius yang tengah dihadapi oleh manusia modern adalah hilangnya hidup bermakna (meaning life). Faktor-faktor penyebabnya antara lain, tekanan yang amat berlebihan kepada segi material kehidupan. Kekosongan jiwa ini berakibat pada kehilangan makna hidup.

Tumbal modernism itu ternyata memang sudah tampak, yang kemudian mendorong mereka mencari the second chance (kesempatan-kesempatan kedua) yaitu fitrah kebutuhan akan Tuhan, sesuatu yang sebenarnya sudah built in dalam diri manusia.

Menurut Muhammad Asad, bahwa fitrah (the natural disposition) merupakan potensi pembawaan alami manusia sejak lahir, kemampuan intuitif yang bias membedakan antara yang benar dan yang salah, yang benar dan yang palsu, serta potensi alami untuk memahami Tuhan dan keesaan-Nya. Dengan kata lain, fitrah adalah kognisi intrinktif tentang Tuhan dan kesadaran untuk berpasrah secara total kepada-Nya.

Dr. Howard Clinebell menginventarisasi 10 butir kebutuhan dasar spiritual manusia:

1. Kebutuhan akan kepercayaan dasar (basic trust). Membangkitkan kesadaran bahwa hidup ini adalah ibadah

2. Kebutuhan akan makna hidup. Tujuan hidup adalah membangun hubungan yang selaras serasi dan seimbangan dengan Tuhannya (vertical) dan dengan sesame manusia (horizontal) serta alam sekitarnya.

3. Kebutuhan akan komiten peribadatan dan hubungannya dalam hidup keseharian. Pengalaman agama hendaknya integrative antara ritual dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.

4. Kebutuhan akan pengisian keimanan dengan selalu secara teratur mengadakan hubungan dengan Tuhan (vertical)

5. Kebutuhan akan bebas dari rasa bersalah dan berdosa.

6. Kebutuhan akan penerimaan diri dan harga diri (self acceptance dan self esteem)

7. Kebutuhan akan rasa aman, terjamin dan keselamatan terhadap harapan masa depan.

8. Kebutuhan akan dicapainya derajat dan martabat yang semakin tinggi sebagai pribadi yang utuh (ingrated personality)

9. Kebutuhan akan terpeliharanya interaksi dengan alam dan sesame manusia.

10. Kebutuhan akan kehidupan bermasyarakat yang sarat dengan nilai-nilai religiusitas.

Tidak ada komentar: