Rabu, 23 April 2008

Stress !!

STRESS

Oleh : BUNYANAH, S.Psi

PENDAHULUAN

Salah satu sumbangan pertama dalam penelitian tentang stress adalah deskripsi Cannon tenteng respon fight-or-flight pada tahun 1932. Cannon berpendapat bahwa ketika organisme merasakan adanya suatu ancaman, maka secara cepat tubuh akan terangsang dan termotivasi melalui sistem syaraf simpatetik dan endokrin. Respon fisiologis ini mendorong organisme untuk menyereng ancaman tadi atau melarikan diri.

Barangkali sumbangan yang paling penting dalam bidang stress adalah apa yang dilakukan oleh Hans Seyle pada tahun 1936 tentang General Adaptation Syndrome (GAS). Menurutnya, ketiak organisme berhadapan dengan stresor, dia akan mendorong dirinya sendiri untuk melakukan tindakan. Usaha ini diatur oleh kelenjar adrenal yang menaikan aktivitas sistem syaraf simpatik. Tanpa memperhatikan penyebab dari anacaman, individu akan merespon dengan pola reaksi fisiologis yang sama. Selebihnya, dengan mengulangi atau memperpanjang stress, sehingga akan melicinkan dan mematahkan sistem.

PENDEKATAN-PENDEKAN STRESS

Menurut beberapa penulis stress dapat dikonseptualisasikan dari berbagai macan titik pandang.

Ø Stress sebagai ‘Stimulus’

Pendekan pertama menitikberatkan pada lingkungan dan menggambarkan stress sebagai suatu stimulus atau stress sebagai variabel bebas. Contoh kejadian pada orang-orang yang mempunyai pekerjaan dengan tingkat stress yang tinggi. Orng-orang yang demikian ini akan merasa tegang dan tidak enak. Kejadian atau lingkungan yang menimbulkan perasaan tegang, disebut sebagai stresor. Dengan memfokuskan pada stressor sebagai dimensi dasar dalam proses stress, riset mencoba membedakan kejadian dalam hidup dan pertengkaran sehari-hari yang diperkirakan akan banyak atau kurang mengandung stress bagi kelompok yang diteliti.

Ø Stress sebagai ‘Respon’

Pendekatan yang kedua memfokuskan pada reaksi seseorang terhadap stressor dan menggambarkan stress sebagai suatu respon atau stress sebagai ‘variabel tergantung’. Contoh seseorang akan merasa stress bila disuruh memberikan pidato didepan suatu pertemuan. Respon yang dialami itu mengandung dua komponen, yaitu komponen psikologis, yang meliputi: prilaku, pola pikir, emosi dan perasaan stress; dan komponen fisiologis, berupa rangsangan-rangsangan fisik yang meningkat, seperti jantung berdebar-debar, mulut menjadi kering, perut mules, badan berkeringat. Respon-respon psikologis dan fisiologis terhadap stressor ini disebut juga strain atau ketegangan.

Ø Stress sebagai interaksiantara individu dengan lingkungan

Pendekatan ketiga menggambarkan stress sebagai suatu proses yang meliputi stressor dan strain dengan menambahkan dimensi hubungan antara individu dengan lingkungan. Interaksi antara manusia dengan lingkungan yang saling mempengaruhi disebut sebagai hubungan transaksional. Sesuai dengan pendekatan ini, terdapat macam-macam definisi tentang stress. Sarafino mendefinisikan stress sebagai “ … suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber-sumber daya sistem biologis, psiologis dan sosial dari seseorang…”. Dari definisi diatas, terdapat suatu konsep dasar yang sama, sebagaimana yang disimpulkan oleh Sutherland & Cooper yaitu;

  1. Penilaian kognitif. Stress adalah pengalam subyektif yang mungkin didasarkan atas persepsi terhadap situasi yang tidak semata-mata tampak dilingkungan.
  2. Pengalaman. Suatu situasi yang tergantung pada tingkat keakraban dengan situasi, keterbukaan semula, proses belajar, kemampuan nyata dan proses reinforcement.
  3. Tuntutan. Tekanan, tuntutan, keinginan atau rangsangan-rangsangan yang segera sifatnya yang mempengaruhi cara-cara tuntutan yang dapat diterima.
  4. Pengaruh Interpersonal. Ada tidaknya seseorang, faktor situasional dan latar belakang mempengaruhi pengalaman subyektif, respon dan perilaku coping. Hal ini dapat menimbulkan akibat positif dan negatif.
  5. Keadaan stress. Ini merupakan ketidak seimbangan antara tuntutan yang dirasakan dengan kemampuan yang dirasakan untuk menemukan tuntutan tersebut.

Ø Penilaian psikologis terhadap stress

Model stress yang sekarang, seperti model interaktif, tidak hanya memfokuskan pada faktor biomedis saja, tetapi juga faktor psikososial. Salah satu faktor psikososial ini adalah ‘representasi’ atau ‘penilaian’ terhadap suatu ancaman. Richard Lazarus mengatakan bahwa ketika individu berhadapan dengan lingkungan uang baru atau berubah lingkungan, mereka melalukan proses penilaian awal untuk menentukan arti dari kejadian tersebut. Kejadian-kejadian tersebut dapat dirasakan sebagai hal yang positif, netral atau negatif. Setelah penilaian awal terdapat hal-hal yang mempunyai potensi untuk terjadinya stress itu dilakukan, penilaian sekunder akan muncul. Penilaian sekunder adalah pengukuran terhap kemampuan coping dan sumber-sumbernya, serta apakah mereka akan bisa atau tidak menghadapi kerusakan, ancaman dan tantangan terhadap kejadian.

SUMBER-SUMBER STRESS

Sumber stress dapat berubah-ubah, sejalan dengan perkembangan manusia tetapi kondisi stress juga dapat terjadi di setiap saat sepanjang kehidupan.

Ø Sumber-sumber stress di dalam diri sendiri

Kadang-kadang sumber stress itu ada didalam diri seseorang. Salah satunya melalui kesakitan. Tingkat stress yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan umur individu (surafino, 1990). Stress juga akan muncul dalam seseorang melalui penilain dari kekuatan motivasional yang melawan, bila seseorang mengalami konflik. Konflik merupakan sumber stress yang utama. Menurut teori Kurt Lewin, kekuatan motivasional yang melawan menyebabkan dua kecenderungan yang melawan: pendekatan dan penghindaran. Cenderungan tersebut menggolongkan tiga jenis pokok dari konflik yaitu: konflik pendekatan, penghindaran dan konflik pendekatan dan penghindaran.

Ø Sumber-sumber stress di dalam keluarga

Stress disini dapat bersumber dari interaksi diantara para anggota keluarga, seperti: perselisuhan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh, tujuan-tujuan yang saling berbeda. Misal perbedaan keinginan tentang acara televisi yang akan ditonton, perselisihan antara orang tua dengan anak-anaknya yang menyetel tape-nya keras-keras, tinggal di suatu lingkungan yang sesak, kehadiran adik baru. Khusus pada penambahan adik baru ini, dapat menimbulkan perasaan stress terutama pada diri ibu yang selama kehamilan dan setelah kelahiran.

Ø Sumber-sumber stress di dalam komunitas dan lingkungan

Interaksi subyek diluar lingkungan melengkapi sumber-sumber stress. Contohnya peengalaman stress anak-anak di sekolah dan dibeberapa kejadian kompetitif, seperti olah raga. Sedangkan beberapa pengalaman stress orang tua bersumber dari pekerjaannya, dan lingkungan yang stressful sifatnya.

Ø Sumber-sumber stress dalam pekerjaan

Hampir semua orang didalam kehidupan mereka mengalami stress sehubungan dengan pekerjaan mereka. Beberapa aspek kerja yang lain dapat meningkatkan stress pekerja. Menurut Sarafino (1990) stress kerja dapat disebabkan karena:

a. Lingkungan fisik yang terlalu menekan, seperti kebisingan, temperatur atau panas yang terlalu tinggi, udara yang lembab, penerangan dikantor yang kurang terang.

b. Kurangnya kontrol yang dirasakan

c. Kurangnya hubungan interpersonal

d. Kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja. Para pekerja akan merasa stress bila mereka tidak mendapatkan promosi yang selayaknya mereka terima.

PENDEKATAN STRESS PERKEMBANGAN

Menurut Goodyer (1988), organisme manusia menemukan kejadian-kejadian hidup yang penuh stress dari waktu kehamilan. Setiap tahap perkembangan manusia dihadapkan pada tuntutan lingkungan yang spesifik, sehingga ada stressor-stressor yang spesifik. Disamping itu, untuk tahap perkembangan yang berbeda, stressor yang sama dapat mempunyai arti yang berbeda.

Hurrelman & Losel (1990) menjelaskan stress sebagai suatu keadaan tegang secara biopsikososial karena banyaknya tugas-tugas perkembanganyang dihadapi orang sehari-hari, baik dalam kelompok sebayanya, keluarga, sekolah, maupun pekerjaan. Oleh karena itu, mereka mencoba untuk menentukan jenis stressor yang paing penting sebagai faktor beresiko yang potensial di dalam tiga tahap kehidupan yang utama yaitu masa kanak-kanak, remaja dan remaja.

Sejak individu dilahirkan, dan sepanjang tahun pertama kehidupannya, banyak hal yang terjadi dalam perkembangannya, yang jelas penuh ketegangan (Lipsitt, 1983). Perpisahan sebagai stressor, dan kedekatan untuk mengurangi stress, telah digambarkan secara luas.

Pada pertengahan masa kanak-kanak pengaruh lingkungan, khususnya keluarga, terus memainkan peranan penting baik dalam melindungi anak dari kondisi stress ataupun menjadi penyebab terjadinya stress. Dalam tahap perkembangan ini anak-anak mengalami peningkatan jumlah respon dan strategi coping terhadap pengalaman yang penuh stress (Goodyer, 1988)

Remaja, seperti halnya mereka yang berada pada pertengahan masa kanak-kanak, juga diekpos untuk kejadian hidup yang penuh stress. Bedanya adalah jenis kejadiannya lebih pribadi dan tidak terlalu melibatkan anggota keluarga.

Orang dewasa mempunyai jenis tugas yang berbeda yang harus mereka hadapi. Tugas menjadi orang tua (kehamilan, kelahiran, pertumbuhan anak-anak), bekerja dan kemudian pensiun kematian pasangan dan teman adalah beberapa contoh yang nenonjol.

Dafatr-daftar pengalaman yang dapat menimbulkan situasi kritis bagi anak-anak telah dibuat.

a. Kematian orang tua

b. Tidak naik kelas

c. Kekerasan fisik antara orang tua

d. Ketahuan karena mencuri

e. Dicurigai karena berbohong

f. Dihukum oleh guru

g. Mengalami operasi

h. Kehilangan

i. Ditertawakan di muka kelas

j. Pindak kelas

k. Mengalami mimpi buruk

l. Tidak dapat mengerjakan pekerjaan rumah

m. Disiplin sebagai anggota terakhir dalam suatu tim

n. Anggota tim yang mengalami kekalahan dalam suatu pertandingan

Segitiga Bermuda



Peta dari Segitiga Bermuda

SEGITIGA BERMUDA

Peta dari Segitiga Bermuda

Segitiga Bermuda (bahasa Inggris: Bermuda Triangle), terkadang disebut juga Segitiga Setan adalah sebuah wilayah lautan di Samudra Atlantik seluas 1,5 juta mil2 atau 4 juta km2 yang membentuk garis segitiga antara Bermuda, wilayah teritorial Britania Raya sebagai titik di sebelah utara, Puerto Riko, teritorial Amerika Serikat sebagai titik di sebelah selatan dan Miami, negara bagian Florida, Amerika Serikat sebagai titik di sebelah barat.

Sebenarnya tempat misteri ini tak benar bila dikatakan segitiga, sebab batas-batas dari petunjuk kapal-kapal atau pesawat terbang yang hilang sudah melebihi dari bentuk segitiga itu. Segitiga itupun hanya merupakan imajinasi saja. Bila kita ambil peta, kita buka di bagian Amerika Tengah, di sana terdapat banyak kepulauan Hindia Barat. Untuk mengetahui bagaimana bentuk dari Segitiga Bermuda itu, kita tarik garis dari kota Miami ke kota San Juan di Puerto Rico; dari San Juan ke pulau Bermuda; dan kembali ke Miami di daerah Florida, Amerika. Meskipun sebenarnya misteri Segitiga Bermuda ini ômilikö orang Amerika, tak apalah kita turut memperbincangkannya. Sebenarnya tempat semacam ini ada pula di tempat lain, juga di Amerika, yaitu di sebuah danau yang bernama Ontario, bahkan lebih ômengerikanö dari Segitiga Bermuda.

Segitiga bermuda sangat misterius. Sering ada isu paranormal di daerah tersebut yang menyatakan alasan dari peristiwa hilangnya kapal yang melintas. Ada pula yang mengatakan bahwa sudah menjadi gejala alam bahwa tidak boleh melintasi wilayah tersebut. Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa itu semua akibat ulah makhluk luar angkasa

Ø Sejarah awal

Pada masa pelayaran Christopher Colombus, ketika melintasi area segitiga Bermuda, salah satu awak kapalnya mengatakan melihat “cahaya aneh berkemilau di cakrawala”. Beberapa orang mengatakan telah mengamati sesuatu seperti meteor. Dalam catatannya ia menulis bahwa peralatan navigasi tidak berfungsi dengan baik selama berada di area.

Berbagai peristiwa kehilangan di area tersebut pertama kali didokumentasikan pada tahun 1951 oleh E.V.W. Jones dari majalah Associated Press. Jones menulis artikel mengenai peristiwa kehilangan misterius yang menimpa kapal terbang dan laut di area tersebut dan menyebutnya ‘Segitiga Setan’. Hal tersebut diungit kembali pada tahun berikutnya oleh Fate Magazine dengan artikel yang dibuat George X. Tahun 1964, Vincent Geddis menyebut area tersebut sebagai ‘Segitiga Bermuda yang mematikan’ , setelah istilah ‘Segitiga Bermuda’ menjadi istilah yang biasa disebut.

Ada yang mengatakan Segitiga Bermuda disebabkan karena tempat tersebut merupakan pangkalan UFO sekelompok mahkluk luar angkasa/alien yang tidak mau diusik oleh manusia,sehingga kendaraan apapun yang melewati teritorial tersebut akan terhisap dan diculik. Ada yang mengatakan bahwa penyebabnya dikarenakan oleh adanya sumber magnet terbesar di bumi yang tertanam di bawah Segitiga Bermuda,sehingga logam berton-tonpun dapat tertarik ke dalam. Dan bahkan ada yang mengatakan Segitiga Bermuda merupakan pusat bertemunya antara arus air dingin dengan arus air panas,sehingga akan mengakibatkan pusaran air yang besar/dasyat.

Meskipun beberapa teori dilontarkan, namun tidak ada yang memuaskan sebab munculnya tambahan seperti benda asing bersinar yang mengelilingi pesawat sebelum kontak dengan menara pengawas terputus dan pesawat lenyap.

Ø PERISTIWA TERKENAL

Salah satu kisah yang terkenal dan bertahan lama dalam banyaknya kasus misterius mengenai hilangnya pesawat-pesawat dan kapal-kapal yang melintas di segitiga bermuda adalah Penerbangan 19. Penerbangan 19 merupakan kesatuan angkatan udara dari lima pesawat pembom angkatan laut Amerika Serikat.

Penerbangan itu terakhir kali terlihat saat lepas landas di Fort Lauderdale, Florida pada tanggal 5 Desember 1945. Pesawat-pesawat pada Penerbangan 19 dibuat secara sistematis oleh orang-orang yang ahli penerbangan dan kelautan untuk mengahadapi situasi buruk, namun tiba-tiba dengan mudah menghilang setelah mengirimkan laporan mengenai gejala pandangan yang aneh, dianggap tidak masuk akal.

Karena pesawat-pesawat pada Penerbangan 19 dirancang untuk dapat mengapung di lautan dalam waktu yang lama, maka penyebab hilangnya dianggap karena penerbangan tersebut masih mengapung-apung di lautan menunggu laut yang tenang dan langit yang cerah.

Setelah itu, dikirimkan regu penyelamat untuk menjemput penerbangan tersebut, namun tidak hanya pesawat Penerbangan 19 yang belum ditemukan, regu penyelamat juga ikut lenyap. Karena kecelakaan dalam angkatan laut ini misterius, maka dianggap “penyebab dan alasannya tidak diketahui”.

Ø Kronologi dari beberapa peristiwa terkenal

  • 1840: HMS Rosalie
  • 1872: The Mary Celeste, salah satu misteri terbesar lenyapnya beberapa kapal di segitiga bermuda
  • 1909: The Spray
  • 1917: SS Timandra
  • 1918: USS Cyclops (AC-4) lenyap di laut berbadai, namun sebelum berangkat menara pengawas mengatakan bahwa lautan tenang sekali, tidak mungkin terjadi badai, sangat baik untuk pelayaran
  • 1926: SS Suduffco hilang dalam cuaca buruk
  • 1938: HMS Anglo Australian menghilang. Padahal laporan mengatakan cuaca hari itu sangat tenang
  • 1945: Penerbangan 19 menghilang
  • 1952: Pesawat British York transport lenyap dengan 33 penumpang
  • 1962: US Air Force KB-50, sebuah kapal tanker, lenyap
  • 1970: Kapal barang Perancis, Milton Latrides lenyap; berlayar dari New Orleans menuju Cape Town.
  • 1972: Kapal Jerman, Anita (20.000 ton), menghilang dengan 32 kru
  • 1976: SS Sylvia L. Ossa lenyap dalam laut 140 mil sebelah barat Bermuda.
  • 1978: Douglas DC-3 Argosy Airlines Flight 902, menghilang setelah lepas landas dan kontak radio terputus
  • 1980: SS Poet; berlayar menuju Mesir, lenyap dalam badai
  • 1995: Kapal Jamanic K (dibuat tahun 1943) dilaporkan menghilang setelah melalui Cap Haitien
  • 1997: Para pelayar menghilang dari kapal pesiar Jerman
  • 1999: Freighter Genesis hilang setelah berlayar dari Port of Spain menuju St Vincent.

Pendidikan Hati

PENDIDIKAN HATI

Oleh : BARAUNA, S.Psi

v PENDIDIKAN KEIMANAN

Pendidikan iman merupakan upaya menumbuh-kembangkan kondisi kepercayaan (I’tikad) hamba untuk meyakini bahwa Allah adalah Wujud Yang Esa, tidak didahului oleh wujud yang lain, yang keberadaan-Nya bersifat baqa’. Kemudian percaya bahwa Malaikat Allah termasuk hamba-Nya yang mulia, karena tidak pernah menyalahi perintah-Nya, tidak pernah melebihi serta menguranginya sedikitpun. Karena itu, mereka disebut Mukramun (yang dimuliakan oleh Allah) dan Sadiqin (tidak pernah menyalahi perintah-Nya).[1]

Lalu menumbuh-kembangkan kepercayaan bahwa kitab Allah (yang disebut kitab suci), yang merupakan kalam-Nya yang mengandung kebenaran mutlak, yang diturunkan kepada Rasul-Nya melalui Malaikat Jibril. Dan percaya bahwa Rasul yang diutus untuk memimpin umat dengan tuntunan kitab suci-Nya, merupakan figur dari manusia pilihan yang memiliki kondisi fisik dan rohani yang sempurna, serta perilaku yang mulia.

Kemudian menumbuh-kembangkan kepercayaan bahwa sesudah hidup nanti, manusia hidup lagi di alam yang lain, yang disebut alam akhirat. Disanalah kehidupan selama-lamanya, sesudah melalui proses pemeriksaan dan pembalasan dari seluruh amalan yang telah dikerjakan manusia ketika masih hidup di dunia. Di sana ada surga tempat menampung orang-orang yang beruntung, dan ada neraka tempat menampung orang-orang yang celaka. Dan percaya juga kepada qadar baik dan buruk, yang telah ditentukan dan ditetapkan oleh Allah Swt kepada seluruh hamba-Nya.

Begitu juga dalam Hadits yang diriwayatkan oleh al-Tabraniy, yang bersumber dari al-Aswad yang mengatakan:

Artinya: Setiap bayi dilahirkan dengan membawa fitrah, sehingga lidahnya dapat berkata-kata (berbicara). Maka kedua orang tuanya (yang dapat mendidiknya) menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi.[2]

Pendidikan iman berlangsung sejak manusia masih bersifat konsepsi, masa sejak dalam kandungan, masa sejak lahir, hingga proses pendidikan yang berlaku pada dirinya, dengan malalui tahapan-tahapan perkembangannya, sampai mencapai umur dewasa.

Pendidikan iman berlangsung pada diri setiap manusia, dengan beberapa macam bentuk. Tergantung kehendak manusianya; apakah dengan menggunakan bentuk informal, bentuk non-formal maupun bentuk formal. Bentuk formal dilakukan dengan cara terencana serta teratur; memiliki waktu tertentu, perangkat kurikulum yang telah direncanakan, serta tenaga pengajarnya yang sesuai dengan kualifikasi tertentu. Sedangkan bentuk informal dan non-formal, tidak dilakukan secara teratur sebagaimana halnya dengan bentuk formal.

Pendidikan keimanan yang dilangsungkan di sekolah, dilakukan dengan pengisian otak (intelektual) dengan ilmu yang menerangkan tentang keimanan, termasuk menerangkan tujuan mempelajarinya. Tetapi pendidikan keimanan yang dilakukan di rumah tangga dan di masyarakat, banyak menekankan pada pembiasaan perilaku serta nasehat-nasehat dari pendidiknya.

Bahkan tindakan kesalehan atau pergaulan yang dilandasi dengan nilai moral, termasuk sarana peningkatan keimanan bagi manusia; misalnya kejujuran dan keadilan yang dilandasi oleh keiamanan, tetapi tindakan tersebut juga termasuk peningkatan kembali keimanan yang ada dalam diri manusia. Jadi ada hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi antara keimanan dalam diri manusia dengan amalan agama dan tindakan sosial yang dilakukannya.

Materi pendidikan keimanan, harus sesuai dengan tingkat kematangan berpikir anak, agar mudah diserap dan gampang diamalkan. Karena keimanan merupakan kepercayaan terhadap hal-hal yang gaib, maka pendidiknya harus mampu menyajikan dengan keterangan dan analogi yang bisa diterima oleh akalnya. Termasuk juga cerita para Nabi dan orang-orang Saleh merupakan materi pendidikan keimanan.

Karena keimanan dalm diri manusia, sering juga mengalami kesuraman karena tertutupi oleh kelalaian beribadah, istigfar dan berdoa’ serta kebanyakan melakukan maksiat, maka Rasullah Saw sering memerintahkan kepada para sahabatnya, agar selalu memperbaharui imannya, dengan mengatakan dalam Hadits riwayat Ahmad dan al-Hakim yang bersumber dari Abi Hurairah.

Artinya : Perbaharuilah imanmu. Ketika (Nabi) ditanya: Bagimana cara memperbaharui iman kami hai Rasulullah? Nabi mengatakan: Hendaklah engkau memperbanyak (mengucapkan) kalimah La Illaha Illallah.[3]

v PENDIDIKAN TAQWA

Pendidikan taqwa meupakan upaya menumbuh-kembangkan realisasi kekuatan iman menjadi perbuatan yang dilandasi amar ma’ruf dan nahi munkar. Begitu kuatnya hubungan iman dengan taqwa, bagaikan pohon kurma yang pangkal batangnya tertanam dengan kuat dalam tanah, sedangkan pelepah dan daunnya menjulang tinggi ke langit. Sama halnya dengan iman yang tertanam dengan kuat dalam hati, sedangkan cabangnya terlihat dalam perilaku manusia yang bersifat amal saleh yang tidak terhitung banyaknya.[4]

Dalam kajian terdahulu, disebutkan bahwa pendidikan iman dilakukan dengan segala macam amal saleh, yang sebenarnya disebut taqwa. Maka sudah barang tentu, bahwa taqwalah yang manjadi alat untuk mencapai keberhasilan peningkatan iman seseorang. Mendidik ketaqwaan, berarti juga mendidik rasa iman. Karena itu, ada Ulama tasawuf yang mengatakan, bahwa iman adalah ketaqwaan yang paling dalam, sedangkan amal saleh adalah taqwa yang berada di luar hati. Tentu saja, dapat dilihat dan dinilai dengan melalui perilaku setiap manusia.[5]

Proses berlangsungnya pendidikan taqwa, sering dengan berlangsungnya pelaksanaan ibadah ritual dan ibadah sosial. Semakin tinggi intensitas ibadah yang dilakukan oleh manusia, semakin tinggi pula upaya-upaya untuk mendidik ketaqwaannya. Termasuk juga sikap syukur, taubat, sabar, tawakkal dan ikhlas menjadi sarana untuk mencapai tujuan pendidikan taqwa, meskipun sarana tersebut masih perlu dididik lagi; sehingga kajian berikut ini, akan dibahas pendidikan syukur, pendidikan taubat, pendidikan sabar, pendidikan tawakkal dan pendidikan ikhlas.

v PENDIDIKAN SYUKUR

Pendidikan syukur merupakan upaya menumbuh-kembangkan sikap syukur manusia, sehingga ia mampu menerapkan sesuai dengan harapan agama, yaitu hamba mampu melihat dengan mata hatinya, bahwa Allah yang memberikan nikmat kepadanya. Sehingga kepada setiap menerima nikmat, selalu hadir dalam hatinya Zat Pemberi Nikmat (al-Mun’im); yaitu Allah Swt. Inilah yang dimaksud oleh al-Syibliy dengan kata-kata hikmahnya yang mengatakan:

Artinya: Syukur yang sebenarnya adalah (jikalau hamba) dapat melihat Zat Pemberi Nikmat, bukan melihat nikmat-Nya itu sendiri.[6]

Kemudian kesyukuran dengan merealisasikan amalan baik terhadap Pemberi Nikmat (Allah) dan terhadap sesama manusia, yang didahului dengan perasaan hati bahwa Allah memberikan nikmat kepada hambanya karena maksud kebaikan dan kesempurnaan hidupnya, maka inilah yang disebut dengan al-Syukru Bi-‘Amali al-Qalbi. Lalu kesyukuran dengan mengucapkan kalimah syukur dan tahmid, yang disebutnya sebagai al-Syukru Bi-‘Amali al-Lisan. Dan syukur dengan memperbanyak ibadah badaniyah terhadap Allah sebagai Pemberi Nikmat, lalu nikmat itu pula digunakan untuk memberikan pertolongan kepada sesama makhluk, terutama kepada manusia yang membutuhkannya, maka inilah yang disebut dengan al-Syukru Bi-‘Amali al-Jawarih.

v PENDIDIKAN SABAR

Pendidikan sabar merupakan upaya menumbuh-kembangkan sikap yang mampu menerima beban moral, sanggup menerima sesuatu yang tidak disenanginya, dan mampu menahan diri dari kecenderungan hawa nafsunya dengan hati yang tabah. Dengan demikian, pembagian sabar menjadi tiga macam[7], yaitu:

1. Ketabahan menerima perintah Allah dan melaksanakannya, yang disebut “Sabar ‘Ala al-Ta’ah”.

2. Ketabahan menerima cobaan Allah yang sering menimpa dirinya, keluarganya dan harta kekayaannya, yang disebut “Sabar ‘Ala al-Musibah”.

3. Ketabahan meninggalkan maksiat; baik yang akan dihadapi maupun yang sedang dikerjakan, yang disebut “Sabar ‘Ala al-Ma’siyah”.

Ada kaitan antara sikap syukur dengan sabar, karena keduanya dihadapkan dengan pemberian Allah (Mawahibullah). Ketika hamba diberi sesuatu oleh Allah, maka ia wajib mensyukurinya. Dan ketika Allah mencabut kembali pemberian-Nya, maka hamba wajib bersabar. Mensyukuri pemberian Allah lebih gampang daripada sabar terhadap pencabutan pemberian-Nya. Karena itu, pahala bersabar lebih besar daripada pahala bersyukur, dan al-Qur’an sering mengemukakan bahwa orang yang sabar selalu bersama dengan Allah, sehingga sabar merupakan salah satu maqam dalam tasawuf, untuk menjadi salah satu sarana pencapaian ma’rifat, yang oleh Imam al-Gazaliy disebut kedekatan dengan Allah (al-Qurbu). Sedangkan Abu Yazid al-Bustamiy menyebutkan kesatuan dengan Allah (al-Ittihad),[8] al-Hallaj menyebutnya al-Hulul dan Ibnu ‘Arabiy menyebutkan dengan Wihdah al-Wujud. Ini dapat diperoleh dengan kesabaran, bersama dengan tingkatan maqam yang lain.[9]

Ada salah satu Hadits yang menyebutkan, bahwa syukur dan sabar merupakan dua sikap yang dibangun di atas iman yang kuat, misalnya dikatakan bahwa iman merupakan dua bagian sikap, yaitu separuh berwujud syukur dan separuhnya lagi yang lain merupakan sabar, dengan mengatakan:

Bahkan ada indikasi yang menunjukkan bahwa melemahnya iman bila manusia tidak sanggup bersabar menerima cobaan Allah. Dan bagi orang awam, sikap ini merupakan puncak perjuangannya untuk mendapatkan pahala yang besar, sebagaimana diterangkan oleh ibnu Abbas.

Jumlah tingkatan pahala yang didapatkan oleh orang yang mampu bersabar, terdiri dari 300 + 600 + 900 = 1.800 tingkatan pahala.[10] Dan al-Qur’an surah al-Zumar ayat 10 menyebutkan bahwa orang-orang yang bersabar diberi pahala oleh Allah tanpa batas, dengan mengatakan:

Artinya: .... Sesungguhnya hanya orang-orang sabar yang dicukupkan pahala tanpa ada batas.

Mendidik diri untuk bersabar, dimulai dari pemahaman bahwa seluruh cobaan yang diberikan oleh Allah kepada kita pasti mempunyai hikmah yang sangat dalam, bisa bermaksud menegur hamba yang sudah lupa terhadap-Nya, bisa bermaksud menguji dan sebagainya. Lalu memahami lagi bahwa cobaan itu pasti ada batasnya, dan diberi pahala bagi orang yang sanggup menerimanya dengan ketabahan.

Kemudian manusia tidak boleh terlalu mencintai sesuatu melebihi dari kecintaan kepada Allah, karena seseorang tidak bisa bersabar kalau sesuatu yang sangat dicintainya dicabut kembali oleh Allah. Semakin sering ditimpa cobaan, semakin kuat menerimanya. Semakin kuat menerima cobaan, semakin kuat kesabarannya. Maka cobaan yang sering menimpa manusia dapat dijadikan sebagai latihan kerohanian atau pendidikan hati untuk semakin memperkuat kesabaran yang ada dalam diri kita.

Keberhasilan pendidikan sabar yang diperoleh manusia, dapat dilihat indikasinya sebagai berikut:

1. Ia mampu menahan diri dari rintangan yang sering timbul ketika ia akan melakukan ketaatan. Rintangan yang dihadapinya segera dapat dilewati dengan baik.

2. Ia sudah sanggup mematahkan kebiasaan yang buruk, lalu digantikan dengan kebiasaan yang baik.

3. Jiwanya sangat tergantung dari keinginan batin yang selalu haus dengan perbuatan yang luhur.

Tiga macam indikasi keberhasilan pendidikan sabar yang tersebut di atas, dimaksudkan oleh Tantawiy Jauhariy sebagai sesuatu keberuntungan. Indikasi ini dijadikan jabaran penafsiran ayat 200 dari surah Ali Imran yang difungsikannya sebagai salah satu dasar pendidikan sabar bagi peserta didik.

v PENDIDIKAN TAUBAT

Pendidikan taubat dimaksudkan sebagai upaya untuk menumbuh-kembangkan sikap penyesalan karena telah melakukan kesalahan, lalu menyatakan bertaubat dengan cara tidak akan mengulangi lagi kesalahannya.

Melakukan taubat, ditempuh dengan tiga macam cara; yaitu dengan pengertian dan pemahaman (Bi-‘Ilmin), dengan penampilan sikap (Bi-Halin) dan perilaku yang nyata (Bi-Fi’lin). Ketiga macam cara tersebut menjadi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik yang menjadi sasaran pendidikan dalam diri manusia.

1. Sasaran pendidikan taubat dengan cara menumbuh-kembangkan ranah kognitif pada diri manusia; yaitu mengajarkan bahwa perbuatan buruk yang dilakukannya termasuk mengandung dosa dan berdampak negatif terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Serta mengajarkan pula jenis perilaku yang dinilai sebagai perbuatan buruk.

2. Sasaran pendidikan taubat dengan cara menumbuh-kembangkan ranah afektif dan psikomotorik pada diri manusia; yaitu menanamkan sikap dengan penyerapan pemahaman tentang masalah taubat dalam hati manusia, sehingga dapat menghayatinya. Dengan sendirinya pemahaman taubat dan cara melakukannya, menjadi bagian dalam hidupnya. Jiwanya selalu mengendalikan perilakunya untuk selalu bertaubat; baik ketika ia akan melakukan sesuatu perbuatan, maupun sesudahnya.

Untuk memotivasi manusia agar selalu melakukan taubat, maka ada beberapa ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan sebagai acuan; antara lain ayat 17 dan 18 surah al-Nisa’ ayat 119 surah al-Nahl dan ayat 8 surah at-Tahrim. Ayat-ayat tersebut menjadi konsep dasar pendidikan taubat yang menurut Tantawiy Jauhariy dalam tafsirnya Juz II halaman 21 mengatakan, bahwa mendidik manusia bertaubat, sekurang-kurangnya dapat dilakukan dengan dua macam cara, yaitu:

1. Menanamkan jiwa dan perasaan yang selalu terobsesi menghindari perbuatan buruk, karena takut terkena akibat buruknya, yang disebut dengan al-Ta’lim bil-Irhab.

2. Menanamkan jiwa dan perasaan yang selalu terobsesi melakukan sesuatu yang baik dari perbuatannya yang baik pula, yang disebut dengan al-Ta’lim bil Rugbah wal-Wijdan.

Al-Gazaliy mengatakan, bahwa bertaubat dapat dilakukan dengan tiga macam tahapan; yaitu tahapan mengerti dan menyadari kesalahan yang telah dilakukannya, yang disebut “Rutbah al-‘Ilmi. Lalu beralih kepada tahapan penyesalan, yang disebut “Rutbah al-Nadam”, kemudian terobsesi untuk bersegera melakukan perbuatan yang baik, yang disebut “Rutbah al-‘Azm”. Setelah manusia menyadari kesalahannya, lalu meninggalkannya dan kemudian melakukan yang terbaik menurut agama maka baru tercapai tujuan sementara dari pendidikan taubat yang dilaluinya. Sedangkan tujuan akhirnya adalah pencapaian kondisi ma’rifat atau kedekatan dengan Allah, yang disebut dengan “al-Wusul Ila al-Qurbi”.[11]

v PENDIDIKAN TAWAKKAL

Pendidikan tawakkal dimaksudkan sebagai upaya untuk menumbuh-kembangkan sikap yang selalu mau menyerahkan segala persoalan kepada Allah.

Manusia yang selalu dihadapkan dengan berbagai macam persoalan hidup, maka agama Islam menjadikan sikap tawakkal sebagai upaya maksimal, setelah manusia melakukan opsi yang terakhir. Dan kalau tawakkal itu dijadikan suatu kekuatan untuk memecahkan persoalan yang sering dihadapi oleh manusia, maka sekurang-kurangnya ia menjadikan empat macam kekuatan untuk mengatasinya; yaitu:

1. Ia mengandalkan bantuan dari sesama manusia untuk menghadapi persoalannya; yang disebut al-Tawakkal ‘Ala al-Khalqi.

2. Ia mengandalkan kekuatan harta benda dan kekayaannya; yang disebut al-Tawakkal ‘Ala al-Mali.

3. Ia mengandalkan kemampuan dirinya; misalnya ilmu dan keterampilannya, serta kewibawaannya, yang disebut al-Tawakkal ‘Ala al-Nafsi.

4. Ia mengandalkan pertolongan Allah ketika menghadapi sesuatu persoalan, setelah ia berusaha semaksimal mungkin, hal ini disebut dengan al-Tawakkal ‘Ala al-Rabbi.

Pendidikan tawakkal, harus dimulai dengan pemahaman tentang kepasrahan kepada Allah, lalu menjadi penghayatan dan sikap yang terkondisi dalam pribadi manusia, yang disebut al-Hal. Kemudian mengamalkannya dengan cara melewati empat macam tahapan:

1. Harus dimulai dengan niat untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh manusia.

2. Harus ada usaha untuk menghilangkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan.

3. Harus ada usaha untuk memanfaatkan faktor-faktor yang dapat mengatasi kesulitan itu.

4. Harus memasrahkan sepenuhnya usaha-usaha terakhir kepada Allah Swt.

Tujuan sementara pendidikan tawakkal adalah untuk memebentuk perilaku Muslim agar mampu melakukan kepasrahan kepada Allah bila telah melakukan sesuatu, tetapi tujuan akhirnya adalah pencapaian kondisi ma’rifat kepada Allah Swt.

v PENDIDIKAN IKHLAS

Pendidikan ikhlas dimaksudkan sebagai upaya untuk menumbuh-kembangkan sikap ketulusan hati dalam diri manusia.

Ada beberapa ayat al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar untuk melakukan pendidikan ikhlas kepada peserta didik; antara lain surah al-Baqarah ayat 139, surah al-Zumar ayat 2, 11 dan 14, surah al-Bayyinah ayat 5.

Imam al-Gazaliy membagi sikap ikhlas menjadi dua macam; yaitu ikhlas beramal (Ikhlasu al-‘Amal) dan ikhlas dalam mencari pahala (Ikhlasu Talabi al-Ajri). Ia menjelaskan pengertian kedua macam ikhlas tersebut dengan mengatakan:

Artinya: Adapun ikhlas beramal adalah keinginan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt, mengagumi serta menerima perintah-Nya..... Sedangkan ikhlas dalam mencari pahala adalah keinginan memperoleh manfaat akhirat (ketika melakukan) perbuatan baik. (Al-Gazaliy : t.t : 80-81)

Al-Junaid mengatakan; ikhlas adalah amal yang dilakuakn dengan kemurnian hati. Sedangkan al-Fadil bin ‘Iyad mengatakan; ikhlas adalah melakukan amal dengan introspeksi diri yang bersifat kontinue, dengan tidak mengharapkan keuntungan dunia.

Pendidikan ikhlas sangat terkait dengan fungsi-sungsi kejiwaan yang lain; misalnya kebenaran sikap dan kesabaran. Zun al-Nun al-Misriy mengatakan: Sikap ikhlas tidak akan sempurna kalau tidak dilengkapi dengan kebenaran (al-Sidqu) dan kesabaran (al-Sabru). Begitu juga halnya kebenaran tidak sempurna kalau tidak dilengkapi dengan keikhlasan yang kontinue (al-Mudawamah Fil-Ikhlas). Keikhlasan yang tidak diiringi dengan fungsi-fungsi kejiwaan tersebut, bisa menjadi amal yang sengaja ditunjukkan kepada orang lain, yang disebut Riya’. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa indikasi adanya keikhlasan amal seseorang, dapat diidentifikasi dari tiga fenomena; yaitu:

1. Perbuatan baik yang tidak membutuhkan pujian dari orang lain.

2. Perbuatan baik yang tidak dipertunjukkan kepada orang lain.

3. Pebuatan baik yang tidak bermotivasi keduniaan, kecuali hanya bermotivasi keakhiratan.

Adapun tujuan sementara pendidikan ikhlas (Gayah al-Ikhlas) adalah mendidik manusia agar mampu menghindari amal baik yang sengaja ditunjukkan kepada orang lain (Riya’ al-Nas), lalu segala perbuatannya yang baik dirahasiakannya, sebagaimana cara merahasiakan perbuatannya yang buruk. Lalu tujuan akhirnya adalah dimaksudkan untuk menjadi perantara (wahana) kedekatan dengan Allah, sehingga Ahli Tarekat menjadikan ikhlas sebagai salah satu maqam (tingkatan kondisi kerohanian) calon sufi untuk mencapai tujuannya; yaitu pencapaian tingkatan Ma’rifat; yang diartikan oleh ahli Tasawuf Sunni sebagai kedekatan dengan Allah (al-Taqarrub). Sedangkan Ahli Tasawuf Falsafi menyebutnya sebagai Kesatuan Wujud (al-Ittihad, al-Hulul dan Wihdatu al-Wujud).[12]

REFERENSI

1. H. Maftuh, Ikhlas, Jakarta: Bintang Remaja, 1990

2. Mahjuddin, Drs., Pendidikan Hati, Jakarta: Kalam Mulia, 2000

3. Rohan, Abujamin, Drs., Sadaqoh Penangkal Bala, Jakarta: Media Dakwah, 1996



[1] Drs. Mahjuddin, Pendidikan Hati, (Kalam Mulia, 2000), hlm. 37

[2] Al-Suyutiy: Juz II : t.t. : 158

[3] Jainuddin bin Abdil Aziz al-Malibariy : t.t. : 3

[4] Abu al-Aziz al-Dairaniy, Juz I : t.t. : 15

[5] Drs. Mahjuddin, Kajian Tasawuf Amali, (Kalam Mulia, 2000), hlm. 42

[6] Dahlan al-Kadiriy : Juz II : t.t. : 469

[7] Drs. Mahjuddin, Pendidikan Hati, (Kalam Mulia, 2000), hlm. 46

[8] Drs. Mahjuddin, Pendidikan Hati, (Kalam Mulia, 2000), hlm. 48

[9] Drs. Mahjuddin, Kajian Tasawuf Amali, (Kalam Mulia, 2000), hlm. 47

[10] Drs. Mahjuddin, Pendidikan Hati, (Kalam Mulia, 2000), hlm. 48

[11] Al-Ghazaliy Juz III : t.t. : 102

[12] Drs. Mahjuddin, Pendidikan Hati, (Kalam Mulia, 2000), hlm. 54

Pendekatan dan Metode Pendidikan Islam

PENDEKATAN DAN METODE

PENDIDIKAN ISLAM

Oleh : ABDULLAH UBAY SIDK, SE

Sebagai aktifitas yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian, Pendidikan Islam memerlukan landasan kerja guna pemberi arah bagi program yang akan dilakukan. Landasan tersebut terutama berasal dari al-Qur’an maupun Hadits Nabi. Diantara ayat al-Qur’an atau Hadits Nabi tersebut adalah:

y7Ï9ºxx.ur !$uZøym÷rr& y7øs9Î) %[nrâ ô`ÏiB $tR̍øBr& 4 $tB |MZä. Íôs? $tB Ü=»tGÅ3ø9$# Ÿwur ß`»yJƒM}$# `Å3»s9ur çm»oYù=yèy_ #YqçR Ïök¨X ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±®S ô`ÏB $tRÏŠ$t6Ïã 4 y7¯RÎ)ur üÏöktJs9 4n<Î) :ÞºuŽÅÀ 5OŠÉ)tGó¡B ÇÎËÈ

Artinya: “Dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”.

Rasulullah bersabda yang artinya sebagai berikut:

“Sesungguhnya orang mukmin yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak, taat kepada-Nya dan memberikan nasehat kepada-Nya, sempurna akal pikirannya, serta menasehati pula akan dirinya sendiri, menaruh perhatian serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka ia beruntung dan memperoleh kemenangan”.

Metodologi berarti ilmu tentang metode, sementara metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.[1] Keberadaan metodologi pengajaran menunjukkan pentingnya kedudukan metode dalam sistem pengajaran. Tujuan dan isi pengajaran yang baik tanpa didukung metode penyampaian yang baik dapat melahirkan hasil yang tidak baik. Atas dasar itu, pendidikan Islam menaruh perhatuan yang besar terhadap masalah metode.

Mahmud Syaltut di dalam bukunya Ila al-Qur’an al-Karim, mengemukakan kandungan pokok al-Qur’an yang secara garis besar terdiri atas tiga petunjuk, yaitu:[2]

1. Petunjuk tentang akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia dan tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan serta kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.

2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupan, baik individu maupun kolektif.

3. Petunjuk mengenai syarat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.

Dalam menyajikan maksud-maksud tersebut, al-Qur’an menggunakan metode-metode tertentu, yang secara umum mencakup metode sebagai berikut:

1. Mengajak manusia untuk memperhatikan dan mengkaji segala ciptaan Allah sehingga mengetahui rahasia-rahasia-Nya yang terdapat di alam semesta.

2. Menceritakan kisah umat terdahulu, baik individu maupun kelompok, baik orang-orang yang mengerjakan kebaikan maupun orang-orang yang mengadakan kerusakan, sehingga dari kisah itu manusia dapat mengambil pelajaran tentang hukum sosial yang diberlakukan Allah terhadap mereka.

3. Menghidupkan kepekaan batin manusia yang mendorongnya untuk bertanya dan berpikir tentang awal dan materi kejadiannya, kehidupannya, dan kesudahannya, sehingga insyaf akan Tuhan yang menciptakan segala kekuatan.

4. Memberi kabar gembira dan janji serta peringatan dan ancaman. Sebagai contoh Allah berfirman dalam (QS. Al-Baqarah, 2:256)

Contoh lain, firman Allah di bawah ini secara langsung mengungkap beberapa metode dan pendekatan yang hendaknya digunakan dalam pengubahan tingkah laku beragama, yaitu hikmah (bijaksana), pelajaran yang baik, dan mujadalah (berargumentasi) dengan baik. Semuanya menunjuk kepada pendekatan persuasif yang melibatkan keaktifan domain intelektual dan emosional secara simultan, sehingga perubahan tingkah laku mitrea bicara lahir berdasarkan keputusannya sendiri. Allah berfirman dalam QS. An-Nahl, 16:125)

Akhlak merupakan fungsionalisasi agama. Artinya, keberagamaan menjadi tidak berarti bila tidak dibuktikan dengan berakhlak. Akhlak adalah perilaku sehari-hari yang dicerminkan dalam ucapan, sikap, dan perbuatan. Akhlak tidak akan tumbuh tanpa diajarkan dan dibiasakan. Oleh karena itu ajaran agama (pendidikan Islam) selain sebagai ilmu, secara bertahap juga harus diikuti secara terus menerus bentuk pengamalannya.

Salah satu strategi dalam pengembangan model pembinaan akhlak anak adalah menempatkan anak sebagai subyek pembinaan, bukan semata-mata obyek binaan yang perlu dicekoki dengan seperangkat nilai yang kering dan tidak menyentuh terhadap realitas kehidupan yang dialami anak sehari-hari. Melalui pendekatan subyek, anak diajak untuk mencoba mengenali dan memcahkan sendiri persoalan yang mereka hadapi. Anak harus dihargai sebagai “manusia dewasa” yang mampu memecahkan persoalannya sendiri. Ini sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan.[3]

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk belajar. Ia lahir tanpa memiliki pengetahuan, sikap dan kecakapan apa pun; kemudian tumbuh dan berkembang menjadi mengetahui, mengenal, dan menguasai banyak hal. Itu terjadi karena ia belajar dengan menggunakan potensi dan kapasitas diri yang telah dianugerahkan Allah kepadanya (QS. An-Nahl, 16:78)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikemukakan pula bahwa pendidikan Islam dalam mengupayakan agar materi pendidikan dan pengajaran Islam dapat diterima oleh obyek pendidikan dengan menggunakan pendekatan yang bersifat multi approach yang akan pelaksanaannya meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Pendekatan relegius yang menitik beratkan kepada pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berjiwa religius dengan bakat-bakat keagamaan. Manusia itu adalah makhluk yang berketuhanan atau disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut juga homoreligious artinya makhluk yang beragama.

b. Pendekatan filosofis yang memandangan bahwa manusia adalah makhluk rasional atau “homo rationale”, sehingga segala sesuatu yang menyangkut perkembangannya didasarkan pada sejauh mana kemampuan “berpikirnya” dapat dikembangkan sampai pada titik maksimal perkembangannya. Manusia dengan potensi yang dimilikinya mereka dapat dididik dan dikembangkan ke arah yang diciptakan, setaraf dengan kemampuan yang dimilikinya. Islam mengajarkan bahwa anak itu membawa berbagai potensi yang selanjutnya apabila potensi tersebut dididik dan dikembangkan ia akan menjadi manusia yang secara fisik psichis dan mental memadai.

c. Pendekatan sosio kultural yang bertumpu pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang bermasyarakat dan berkebudayaan sehingga dipandang sebagai “homo sosius” dan “homo sapiens” dalam kehidupan bermasyarakat yang berkebudayaan. Sebagai makhluk sosial manusia harus memiliki rasa tanggung jawab sosial (social responability) yang diperlukan dalam mengembangkan hubungan timbal balik (inter relasi) dan saling mempengaruhi antar sesama anggota masyarakat dalam kesatuan hidup mereka. Apabila manusia sebagai makhluk sosial itu berkembang, maka berarti pula manusia itu adalah makhluk yang berkebudayaan baik moral, maupun material.

d. Pendekatan scientific di mana titik beratnya pada pandangan bahwa manusia memiliki kemampuan menciptakan (kognitif). Berkemauan (konatif) dan merasa (emosional atau efektif). Pendidikan harus dapat mengembangkan kemampuan analitis dan reflektif dalam berpikir.

Metode pendidikan lain yang dikemukakan oleh Ustadz Muhammad Said Ramadhan al-Buwythi dalam bukunya yang berjudul: “Al-Man hajut Tarbawi Faried fil Qur’an”, menyatakan bahwa ada tiga macam asas/dasar yang dipakai al-Qur’an untuk menanamkan pendidikan yaitu:

1. Muhakamah Aqliyah. Mengetok akal pikiran untuk memecahkan segala sesuatu. Al-Qur’an menyadarkan setiap akal manusia untuk memikirkan asal-usul dirinya, kemudian perkembangan fisik maupun akal dan ilmunya maupun mental spiritual.

Belajar dimanifestasikan dalam berfikir rasional. Dalam belajar seseorang bekerja dengan prinsip-prinsip dan pengertian dasar yang menuntut abstraksi tingkat tinggi. Dalam berfikir kritis, manusia dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan.

2. Al-Qisah Wat Tarikh. Menggunakan cerita dan pengetahuan sejarah. Berbagai cerita yang disebut oleh al-Qur’an menghidupkan sejarah-sejarah untuk memberanikan hati manusia untuk zaman yang dihadapinya dan masa-masa depan terbentang untuk diisi dengan pendidikan kepada anak/pemuda.

3. Al-Itsarah al-Wijdaniyah, memberikan perangsang kepada perasaan-perasaan. Membangkitkan rangsangan perasaan adalah jalan yang terpendek untuk menanamkan suatu karakter kepada anak/pemuda. Dan perasaan itu terbagi kepada:

a. Perasaaan pendorong, yaitu rasa gembira, harapan, hasrat yang besar;

b. Perasaan penahan, yaitu rasa takut (berbuat kejahatan), rasa sedih (berbuatr kezaliman);

c. Perasaan kekaguman, yaitu rasa hormat dan kagum, rasa cinta, rasa bakti dan pengabdian.

Menurut Muhammad Quth di dalam bukunya “Minhajut Tarbiyah Islamiyah” menyatakan bahwa teknik metode pendidikan Islam itu ada delapan macam, yaitu:[4]

1. Pendidikan Melalui Teladan

Pendidikan melalui teladan adalah merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Karena itulah Allah mengutus Muhammad SAW menjadi teladan buat manusia. Di dalam diri beliau Allah menyusun suatu bentuk sempurna metodologi Islam, sesuatu bentuk yang hidup dan abadi selama sejarah masih berlangsung.

2. Pendidikan Melalui Nasehat

Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap dan oleh karena itu kata-kata harus diulang-ulangi. Nasehat yang berpengaruh membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Ia menggerakkannya dan menggoncangkan isinya selama waktu tertentu. Al-Qur’an sendiri penuh berisi nasihat-nasihat dan tuntunan-tuntunan seperti Surat an-Nisa 36, 38 : Lukman 13, dst.

3. Pendidikan Melalui Hukuman

Tindakan tegas itu adalah hukuman. Hukuman sesungguhnya tidak mutlak diperlukan. M. Arhiyah al-Abrasyi mengemukakan 3 syarat apabila seorang pendidik ingin menghukum anak dengan hukuman badan (jasmani) ketiga syarat itu adalah:

1) Sebelum berumum 10 tahun anak-anak tidak boleh dipukul.

2) Pukulan tidak boleh dari 3 kali. Yang dimaksud dengan pukulan disini ialah lidi atau tongkat kecil.

3) Diberikan kesempatan kepada anak-anak untuk tobat dari apa yang ia lakukan dan memperbaiki kesalahannya tanpa perlu menggunakan pukulan atau merusak nama baiknya.

4. Pendidikan Melalui Cerita

Cerita memiliki daya tarik yang menyentuh perasaan manusia. Cerita itu pada kenyataannya sudah merajut hati manusia dan akan mempengaruhi kehidupan mereka pembaca atau pendengar. Oleh karena itu Islam mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu teknik pendidikan. Al-Qur’an menggunakan cerita sebagai alat pendidikan seperti cerita tentang Nabi dan Rasul terdahulu, cerita kaum yang hidup terdahulu baik yang ingkar kepada Allah maupun yang beriman kepada-Nya.

5. Pendidikan Melalui Kebiasaan

Kebiasaan memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Tetapi disamping itu kebiasaan juga merupakan faktor penghalang terutama apabila tidak ada penggeraknya dan berubah menjadi kelambanan yang memperlemah dan mengurangi reaksi jiwa. Merubah seluruh sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan tanpa sulit, tanpa kehilangan banyak tenaga dan tanpa menemukan banyak kesulitan.

6. Menyalurkan Kekuatan

Mengaktifkan kekuatan yang tersimpan di dalam jiwa, tumbuh dari diri dan tidak memendamnya. Islam mengisi hati dan tubuh dengan berbagai muatan, yaitu kandungannya yang asli dan alamiah yang selalu terbentuk selama manusia itu sehat. Kekuatan yang dikandung oleh eksistensi manusia itu adalah kekuatan energik dan netral yang dapat bersifat baik atau buruk, dapat untuk membangun dan dapat pula untuk menghancurkan, serta dapat pula habis percuma tanpa tujuan dan arah. Islam menyalurkan kekuatan itu ke arah yang benar untuk kebaikan.

7. Mengisi Kekosongan

Kekosongan merusak jiwa, seperti halnya kekuatan terpendam juga merusak. Kerusakan utama yang timbul dari kekosongan adalah orang itu akan terbiasa pada sikap buruk yang dilakukannya untuk mengisi kekosongan itu. Islam ingin sekali memfungsikan manusia secara baik semenjak ia bangun dari tidur, sehingga orang itu tidak mengeluh atas kekosongan yang dideritanya, serta ingin meluruskan kekuatan itu pada jalannya semula.

8. Pendidikan Melalui Peristiwa-Peristiwa

Hidup ini perjuangan dan merupakan pengalaman-pengalaman dengan berbagai peristiwa, baik yang timbul karena tindakannya sendiri, maupun karena sebab-sebab di luar kemauannya. Keistimewaan peristiwa-peristiwa adalah menimbulkan situasi yang khas di dalam perasaan

Mengingat dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat dan berpengaruh terhadap ilmu pengetahuan yang lainnya, maka sudah sepantasnya jika ahli-ahli didik Islam membuka mata terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Perkembangan itu dapat dimanfaatkan untuk perbaikan metode pendidikan Islam.

Setiap kegiatan manajemen akan dikatakan sempurna jika dalam prosesnya dilakukan proses evaluasi. program pendidikan sebagai penjabaran dari perencanaan pendidikan harus dievaluasi dengan saksama, menggunakan strategi yang tepat sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Evaluasi terhadap program pendidikan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau kegagalan suatu program pendidikan dan hasil evaluasi dapat dijadikan informasi sebagai masukan untuk menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan.

Setiap metode memiliki kelemahan dan kekuatan. Karenanya tidak dapat dipastikan bahwa suatu metode baik dan metode yang lain buruk. Baik atau buruknya metode itu tergantung pada banyak faktor. Oleh sebab itu harus ada optimalisasi metode untuk mengetahui dan mempertimbangkan batas-batas kekuatan dan kelemahan metode yang akan digunakan. Batas-batas kekuatan dan kelemahan setiap metode dapat diketahui dari ciri-ciri atau sifat-sifat umum, peranan, dan manfaatnya, yang membedakannya dari metode yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nur Uhbiyati, Dra. Hj., “Ilmu Pendidikan Islam (IPI)”, Pustaka Setia, Bandung, 1997

2. Depag RI, “Metodologi Pendidikan Agama Islam”, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2001

3. Husni Rahim, Dr., “Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia”, Cet. 1., Logos, Jakarta, 2001

4. Hasbullah, “Dasar-dasar Ilmu Pendidikan“, Ed. 1 Cet. 2, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001

5. Nana Sudjana, Dr., “Penelitian dan Penilaian Pendidikan”, Cet. 2, Anggota IKAPI, Bandung, 2001

6. Suharsimi Arikunto, Prof. Dr., “Evaluasi Program Pendidikan”, Cet 1, Bumi Aksara, Jakarta, 2004

7. Yusak Burhanudin, Drs., “Administrasi Pendidikan”, Cet 1, Pustaka Setia, Bandung, 1998



[1] Departemen Agama RI, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2001, h. 19

[2] Ibid, h. 22

[3] Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam Di Indonesia, Logos, Jakarta, 2001 h. 45

[4] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1997, h. 220