Rabu, 23 April 2008

Pendekatan dan Metode Pendidikan Islam

PENDEKATAN DAN METODE

PENDIDIKAN ISLAM

Oleh : ABDULLAH UBAY SIDK, SE

Sebagai aktifitas yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pembinaan kepribadian, Pendidikan Islam memerlukan landasan kerja guna pemberi arah bagi program yang akan dilakukan. Landasan tersebut terutama berasal dari al-Qur’an maupun Hadits Nabi. Diantara ayat al-Qur’an atau Hadits Nabi tersebut adalah:

y7Ï9ºxx.ur !$uZøym÷rr& y7øs9Î) %[nrâ ô`ÏiB $tR̍øBr& 4 $tB |MZä. Íôs? $tB Ü=»tGÅ3ø9$# Ÿwur ß`»yJƒM}$# `Å3»s9ur çm»oYù=yèy_ #YqçR Ïök¨X ¾ÏmÎ/ `tB âä!$t±®S ô`ÏB $tRÏŠ$t6Ïã 4 y7¯RÎ)ur üÏöktJs9 4n<Î) :ÞºuŽÅÀ 5OŠÉ)tGó¡B ÇÎËÈ

Artinya: “Dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba kami. dan Sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”.

Rasulullah bersabda yang artinya sebagai berikut:

“Sesungguhnya orang mukmin yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak, taat kepada-Nya dan memberikan nasehat kepada-Nya, sempurna akal pikirannya, serta menasehati pula akan dirinya sendiri, menaruh perhatian serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka ia beruntung dan memperoleh kemenangan”.

Metodologi berarti ilmu tentang metode, sementara metode berarti cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.[1] Keberadaan metodologi pengajaran menunjukkan pentingnya kedudukan metode dalam sistem pengajaran. Tujuan dan isi pengajaran yang baik tanpa didukung metode penyampaian yang baik dapat melahirkan hasil yang tidak baik. Atas dasar itu, pendidikan Islam menaruh perhatuan yang besar terhadap masalah metode.

Mahmud Syaltut di dalam bukunya Ila al-Qur’an al-Karim, mengemukakan kandungan pokok al-Qur’an yang secara garis besar terdiri atas tiga petunjuk, yaitu:[2]

1. Petunjuk tentang akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia dan tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan serta kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.

2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupan, baik individu maupun kolektif.

3. Petunjuk mengenai syarat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.

Dalam menyajikan maksud-maksud tersebut, al-Qur’an menggunakan metode-metode tertentu, yang secara umum mencakup metode sebagai berikut:

1. Mengajak manusia untuk memperhatikan dan mengkaji segala ciptaan Allah sehingga mengetahui rahasia-rahasia-Nya yang terdapat di alam semesta.

2. Menceritakan kisah umat terdahulu, baik individu maupun kelompok, baik orang-orang yang mengerjakan kebaikan maupun orang-orang yang mengadakan kerusakan, sehingga dari kisah itu manusia dapat mengambil pelajaran tentang hukum sosial yang diberlakukan Allah terhadap mereka.

3. Menghidupkan kepekaan batin manusia yang mendorongnya untuk bertanya dan berpikir tentang awal dan materi kejadiannya, kehidupannya, dan kesudahannya, sehingga insyaf akan Tuhan yang menciptakan segala kekuatan.

4. Memberi kabar gembira dan janji serta peringatan dan ancaman. Sebagai contoh Allah berfirman dalam (QS. Al-Baqarah, 2:256)

Contoh lain, firman Allah di bawah ini secara langsung mengungkap beberapa metode dan pendekatan yang hendaknya digunakan dalam pengubahan tingkah laku beragama, yaitu hikmah (bijaksana), pelajaran yang baik, dan mujadalah (berargumentasi) dengan baik. Semuanya menunjuk kepada pendekatan persuasif yang melibatkan keaktifan domain intelektual dan emosional secara simultan, sehingga perubahan tingkah laku mitrea bicara lahir berdasarkan keputusannya sendiri. Allah berfirman dalam QS. An-Nahl, 16:125)

Akhlak merupakan fungsionalisasi agama. Artinya, keberagamaan menjadi tidak berarti bila tidak dibuktikan dengan berakhlak. Akhlak adalah perilaku sehari-hari yang dicerminkan dalam ucapan, sikap, dan perbuatan. Akhlak tidak akan tumbuh tanpa diajarkan dan dibiasakan. Oleh karena itu ajaran agama (pendidikan Islam) selain sebagai ilmu, secara bertahap juga harus diikuti secara terus menerus bentuk pengamalannya.

Salah satu strategi dalam pengembangan model pembinaan akhlak anak adalah menempatkan anak sebagai subyek pembinaan, bukan semata-mata obyek binaan yang perlu dicekoki dengan seperangkat nilai yang kering dan tidak menyentuh terhadap realitas kehidupan yang dialami anak sehari-hari. Melalui pendekatan subyek, anak diajak untuk mencoba mengenali dan memcahkan sendiri persoalan yang mereka hadapi. Anak harus dihargai sebagai “manusia dewasa” yang mampu memecahkan persoalannya sendiri. Ini sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan.[3]

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk belajar. Ia lahir tanpa memiliki pengetahuan, sikap dan kecakapan apa pun; kemudian tumbuh dan berkembang menjadi mengetahui, mengenal, dan menguasai banyak hal. Itu terjadi karena ia belajar dengan menggunakan potensi dan kapasitas diri yang telah dianugerahkan Allah kepadanya (QS. An-Nahl, 16:78)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikemukakan pula bahwa pendidikan Islam dalam mengupayakan agar materi pendidikan dan pengajaran Islam dapat diterima oleh obyek pendidikan dengan menggunakan pendekatan yang bersifat multi approach yang akan pelaksanaannya meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Pendekatan relegius yang menitik beratkan kepada pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berjiwa religius dengan bakat-bakat keagamaan. Manusia itu adalah makhluk yang berketuhanan atau disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut juga homoreligious artinya makhluk yang beragama.

b. Pendekatan filosofis yang memandangan bahwa manusia adalah makhluk rasional atau “homo rationale”, sehingga segala sesuatu yang menyangkut perkembangannya didasarkan pada sejauh mana kemampuan “berpikirnya” dapat dikembangkan sampai pada titik maksimal perkembangannya. Manusia dengan potensi yang dimilikinya mereka dapat dididik dan dikembangkan ke arah yang diciptakan, setaraf dengan kemampuan yang dimilikinya. Islam mengajarkan bahwa anak itu membawa berbagai potensi yang selanjutnya apabila potensi tersebut dididik dan dikembangkan ia akan menjadi manusia yang secara fisik psichis dan mental memadai.

c. Pendekatan sosio kultural yang bertumpu pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang bermasyarakat dan berkebudayaan sehingga dipandang sebagai “homo sosius” dan “homo sapiens” dalam kehidupan bermasyarakat yang berkebudayaan. Sebagai makhluk sosial manusia harus memiliki rasa tanggung jawab sosial (social responability) yang diperlukan dalam mengembangkan hubungan timbal balik (inter relasi) dan saling mempengaruhi antar sesama anggota masyarakat dalam kesatuan hidup mereka. Apabila manusia sebagai makhluk sosial itu berkembang, maka berarti pula manusia itu adalah makhluk yang berkebudayaan baik moral, maupun material.

d. Pendekatan scientific di mana titik beratnya pada pandangan bahwa manusia memiliki kemampuan menciptakan (kognitif). Berkemauan (konatif) dan merasa (emosional atau efektif). Pendidikan harus dapat mengembangkan kemampuan analitis dan reflektif dalam berpikir.

Metode pendidikan lain yang dikemukakan oleh Ustadz Muhammad Said Ramadhan al-Buwythi dalam bukunya yang berjudul: “Al-Man hajut Tarbawi Faried fil Qur’an”, menyatakan bahwa ada tiga macam asas/dasar yang dipakai al-Qur’an untuk menanamkan pendidikan yaitu:

1. Muhakamah Aqliyah. Mengetok akal pikiran untuk memecahkan segala sesuatu. Al-Qur’an menyadarkan setiap akal manusia untuk memikirkan asal-usul dirinya, kemudian perkembangan fisik maupun akal dan ilmunya maupun mental spiritual.

Belajar dimanifestasikan dalam berfikir rasional. Dalam belajar seseorang bekerja dengan prinsip-prinsip dan pengertian dasar yang menuntut abstraksi tingkat tinggi. Dalam berfikir kritis, manusia dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan.

2. Al-Qisah Wat Tarikh. Menggunakan cerita dan pengetahuan sejarah. Berbagai cerita yang disebut oleh al-Qur’an menghidupkan sejarah-sejarah untuk memberanikan hati manusia untuk zaman yang dihadapinya dan masa-masa depan terbentang untuk diisi dengan pendidikan kepada anak/pemuda.

3. Al-Itsarah al-Wijdaniyah, memberikan perangsang kepada perasaan-perasaan. Membangkitkan rangsangan perasaan adalah jalan yang terpendek untuk menanamkan suatu karakter kepada anak/pemuda. Dan perasaan itu terbagi kepada:

a. Perasaaan pendorong, yaitu rasa gembira, harapan, hasrat yang besar;

b. Perasaan penahan, yaitu rasa takut (berbuat kejahatan), rasa sedih (berbuatr kezaliman);

c. Perasaan kekaguman, yaitu rasa hormat dan kagum, rasa cinta, rasa bakti dan pengabdian.

Menurut Muhammad Quth di dalam bukunya “Minhajut Tarbiyah Islamiyah” menyatakan bahwa teknik metode pendidikan Islam itu ada delapan macam, yaitu:[4]

1. Pendidikan Melalui Teladan

Pendidikan melalui teladan adalah merupakan salah satu teknik pendidikan yang efektif dan sukses. Karena itulah Allah mengutus Muhammad SAW menjadi teladan buat manusia. Di dalam diri beliau Allah menyusun suatu bentuk sempurna metodologi Islam, sesuatu bentuk yang hidup dan abadi selama sejarah masih berlangsung.

2. Pendidikan Melalui Nasehat

Di dalam jiwa terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap dan oleh karena itu kata-kata harus diulang-ulangi. Nasehat yang berpengaruh membuka jalannya ke dalam jiwa secara langsung melalui perasaan. Ia menggerakkannya dan menggoncangkan isinya selama waktu tertentu. Al-Qur’an sendiri penuh berisi nasihat-nasihat dan tuntunan-tuntunan seperti Surat an-Nisa 36, 38 : Lukman 13, dst.

3. Pendidikan Melalui Hukuman

Tindakan tegas itu adalah hukuman. Hukuman sesungguhnya tidak mutlak diperlukan. M. Arhiyah al-Abrasyi mengemukakan 3 syarat apabila seorang pendidik ingin menghukum anak dengan hukuman badan (jasmani) ketiga syarat itu adalah:

1) Sebelum berumum 10 tahun anak-anak tidak boleh dipukul.

2) Pukulan tidak boleh dari 3 kali. Yang dimaksud dengan pukulan disini ialah lidi atau tongkat kecil.

3) Diberikan kesempatan kepada anak-anak untuk tobat dari apa yang ia lakukan dan memperbaiki kesalahannya tanpa perlu menggunakan pukulan atau merusak nama baiknya.

4. Pendidikan Melalui Cerita

Cerita memiliki daya tarik yang menyentuh perasaan manusia. Cerita itu pada kenyataannya sudah merajut hati manusia dan akan mempengaruhi kehidupan mereka pembaca atau pendengar. Oleh karena itu Islam mengeksploitasi cerita itu untuk dijadikan salah satu teknik pendidikan. Al-Qur’an menggunakan cerita sebagai alat pendidikan seperti cerita tentang Nabi dan Rasul terdahulu, cerita kaum yang hidup terdahulu baik yang ingkar kepada Allah maupun yang beriman kepada-Nya.

5. Pendidikan Melalui Kebiasaan

Kebiasaan memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Tetapi disamping itu kebiasaan juga merupakan faktor penghalang terutama apabila tidak ada penggeraknya dan berubah menjadi kelambanan yang memperlemah dan mengurangi reaksi jiwa. Merubah seluruh sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan tanpa sulit, tanpa kehilangan banyak tenaga dan tanpa menemukan banyak kesulitan.

6. Menyalurkan Kekuatan

Mengaktifkan kekuatan yang tersimpan di dalam jiwa, tumbuh dari diri dan tidak memendamnya. Islam mengisi hati dan tubuh dengan berbagai muatan, yaitu kandungannya yang asli dan alamiah yang selalu terbentuk selama manusia itu sehat. Kekuatan yang dikandung oleh eksistensi manusia itu adalah kekuatan energik dan netral yang dapat bersifat baik atau buruk, dapat untuk membangun dan dapat pula untuk menghancurkan, serta dapat pula habis percuma tanpa tujuan dan arah. Islam menyalurkan kekuatan itu ke arah yang benar untuk kebaikan.

7. Mengisi Kekosongan

Kekosongan merusak jiwa, seperti halnya kekuatan terpendam juga merusak. Kerusakan utama yang timbul dari kekosongan adalah orang itu akan terbiasa pada sikap buruk yang dilakukannya untuk mengisi kekosongan itu. Islam ingin sekali memfungsikan manusia secara baik semenjak ia bangun dari tidur, sehingga orang itu tidak mengeluh atas kekosongan yang dideritanya, serta ingin meluruskan kekuatan itu pada jalannya semula.

8. Pendidikan Melalui Peristiwa-Peristiwa

Hidup ini perjuangan dan merupakan pengalaman-pengalaman dengan berbagai peristiwa, baik yang timbul karena tindakannya sendiri, maupun karena sebab-sebab di luar kemauannya. Keistimewaan peristiwa-peristiwa adalah menimbulkan situasi yang khas di dalam perasaan

Mengingat dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat dan berpengaruh terhadap ilmu pengetahuan yang lainnya, maka sudah sepantasnya jika ahli-ahli didik Islam membuka mata terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut. Perkembangan itu dapat dimanfaatkan untuk perbaikan metode pendidikan Islam.

Setiap kegiatan manajemen akan dikatakan sempurna jika dalam prosesnya dilakukan proses evaluasi. program pendidikan sebagai penjabaran dari perencanaan pendidikan harus dievaluasi dengan saksama, menggunakan strategi yang tepat sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Evaluasi terhadap program pendidikan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau kegagalan suatu program pendidikan dan hasil evaluasi dapat dijadikan informasi sebagai masukan untuk menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah dilaksanakan.

Setiap metode memiliki kelemahan dan kekuatan. Karenanya tidak dapat dipastikan bahwa suatu metode baik dan metode yang lain buruk. Baik atau buruknya metode itu tergantung pada banyak faktor. Oleh sebab itu harus ada optimalisasi metode untuk mengetahui dan mempertimbangkan batas-batas kekuatan dan kelemahan metode yang akan digunakan. Batas-batas kekuatan dan kelemahan setiap metode dapat diketahui dari ciri-ciri atau sifat-sifat umum, peranan, dan manfaatnya, yang membedakannya dari metode yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nur Uhbiyati, Dra. Hj., “Ilmu Pendidikan Islam (IPI)”, Pustaka Setia, Bandung, 1997

2. Depag RI, “Metodologi Pendidikan Agama Islam”, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2001

3. Husni Rahim, Dr., “Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia”, Cet. 1., Logos, Jakarta, 2001

4. Hasbullah, “Dasar-dasar Ilmu Pendidikan“, Ed. 1 Cet. 2, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001

5. Nana Sudjana, Dr., “Penelitian dan Penilaian Pendidikan”, Cet. 2, Anggota IKAPI, Bandung, 2001

6. Suharsimi Arikunto, Prof. Dr., “Evaluasi Program Pendidikan”, Cet 1, Bumi Aksara, Jakarta, 2004

7. Yusak Burhanudin, Drs., “Administrasi Pendidikan”, Cet 1, Pustaka Setia, Bandung, 1998



[1] Departemen Agama RI, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta, 2001, h. 19

[2] Ibid, h. 22

[3] Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam Di Indonesia, Logos, Jakarta, 2001 h. 45

[4] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1997, h. 220

Tidak ada komentar: